ISTIGHFAR DAN TAUBAT

Artikel Dari: Portal Komuniti :: Ukhwah.com

http://www.ukhwah.com:443/ukhwah/



Tarikh: Ahad, 09 Mei 2004 @ 21:27:06
Topik: Tazkirah



Oleh Syaikh Dr, Fadhl Ilahi
MAFAATIIHUR RIZQ FI DHAU'IL KITAB WAS SUNNAH


-Diantara sebab terpenting diturunkannya rezeki adalah itsighfar (memohon ampun) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai pasal ini kami bagi menjadi dua pembahasan.

* Pertama, hakikat istighfar dan taubat

* Kedua, dalil syar'i bahwa istighfar dan taubat termasuk kunci rezeki.

Pertama : Hakikat Istighfar dan Taubat

Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mereka mengucapkan.

"Artinya : Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya".

Tetapi kalimat-kalimat diatas tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta.

Para ulama -semoga Allah memberi balasan yang sebaik-baiknya kepada mereka- telah menjelaskan hakikat istighfar dan taubat.

Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan : "Dalam istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa kerana keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang biasa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna" . Al-Musnad, no. 2234, 4/55-56 dan lafazh tersebut adalah redaksi miliknya ; Sunan Abi Daud, Abwabu Qiyamil Lail, Tafri'u Abwabil Witr, Bab Fil Istighfar, no. 1515, 4/267 ; Kitabus Sunan Al-Kubra, Kitabu Amalil Yaumi wal Lalilah, no 10290/2,6/118 ; Sunan Ibni Majah, Abwabul Adab, Bab Al-Istighfar, no. 3864, 2/339 ; Al-Mustadrak 'alash Shahihain, Kitabut Taubah wal Inabah, 4/292. Sebagian ahli hadits menyatakan hadits ini dha'if kerana salah satu periwayatnya (cacat). (Lihat, At-Talkhish, Al-Hafizd Adz-Dzahabi, 4/262 ; Aunul Ma'bud, 4/267 ; Dha'ifu Sunan Abi Daud, Syaikh Al-Albani, hal. 149) Tetapi sanad hadits tersebut dishahihkan oleh Imam Al-Hakim (Lihat, Al-Mustadrak, 4/262). Dan Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata : "Sanad hadits ini shahih" (Hamisy Al-Musnad, 4/55). Demikian sebagai jawaban atas apa yang dikatakan tentang salah seorang perawinya.


Wallahu a'lam bish shawab.