Salah Faham Terhadap Do'a Nabi
Abdul Hakim bin Amir Abdat
Di antara sekian banyak do'a-do'a yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ajarkan kepada umatnya adalah do'a di bawah ini :
اللّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِيناً، وَأَمِيْتِنَي مِسْكِيناً، وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ
“Ertinya : Ya Allah ! Hidupkanlah aku dalam keadaan MISKIN, dan matikanlah aku dalam keadaan MISKIN, dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) di dalam rombongan orang-orang MISKIN”.
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah No. 4126 dan lain-lain. Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini darjatnya : HASAN. (Lihat perbahasannya di dalam kitab beliau : Irwaul Ghalil No. 861 dan Silsilah Shahihah No. 30
Setelah kita mengetahui bahwa hadits ini sahih datangnya dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka sekarang perlu kita mengetahui apakah maksud perkataan MISKIN dalam lafaz do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas. Yang sangat saya kesalkan di antara saudara-saudara kita (tanpa memeriksa lagi keterangan Ulama-ulama kita tentang syarah hadits ini khususnya tentang gharibul hadits) telah memahami bahawa MISKIN di sini dalam erti yang biasa kita kenal iaitu : "Orang-orang yang tidak cukup di dalam hidupnya atau orang-orang yang kekurangan harta".
Dengan erti yang demikian maka timbullah salah faham di kalangan umat terhadap do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas, akibatnya :
1. Do'a ini tidak ada seorang muslimin pun yang berani mengamalkannya, atau paling tidak sangat jarang sekali, lantaran menurut tabi'atnya manusia itu tidak mahu dengan sengaja menjadi miskin.
2. Akan timbul pertanyaan : Mengapa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh umatnya menjadi miskin ? Bukankah di dalam Islam ada hukum zakat yang justeru salah satu faedahnya ialah untuk memerangi kemiskinan ? Dapatkah hukum zakat itu terlaksana kalau kita semua menjadi miskin ? Dapatkah kita berjuang dengan harta-harta kita sebagaimana yang Allah Subhanahu wa ta'ala perintahkan kalau kita hidup dalam kemiskinan ? Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa ta'ala daripada berburuk sangka kepada Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam.
3. Ia menjadi jalan bagi musuh-musuh Islam untuk mengatakan : Bahawa Islam adalah musuh kekayaan !?.
Sedangkan yang benar MISKIN di dalam do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ini ialah : "Orang yang Khusyu dan Mutawaadli (orang yang tunduk dan merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala)". Sebagaimana hal ini telah diterangkan oleh Ulama-ulama kita :
1. Imam Ibnul Atsir di kitabnya An-Nihaayah fi Gharibil Hadits (2/385) mengatakan : "Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan Miskin ..... Yang dikehendaki dengannya (dengan miskin tersebut) ialah : Tawadhu' dan Khusyu', dan supaya tidak menjadi orang-orang yang sombong dan takabur".
2. Di kitab Qamus Lisanul Arab (2/176) oleh Ibnu Mandzur diterangkan asal erti Miskin di dalam lughah/bahasa ialah = Al-Khaadi' (orang yang tunduk), dan asal erti Faqir ialah : Orang yang memerlukan. Lantaran itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a : Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan Miskin ..... Yang dikehendaki ialah : Tawadhu' dan Khusyu', dan supaya tidak menjadi orang-orang yang sombong dan takabur. Ertinya : Aku merendahkan diriku kepada Mu wahai Rabb dalam keadaan berhina diri, tidak dengan sombong. Dan bukanlah yang dikehendaki dengan Miskin di sini adalah Faqir yang memerlukan (harta).
3. Imam Baihaqi mengatakan : "Menurutku bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah meminta keadaan miskin yang maknanya kekurangan tetapi beliau meminta miskin yang maknanya tunduk dan merendahkan diri (Khusyu' dan Tawadhu'). (Lihat kitab : Sunatul Kubra al-Baihaqi 7/12-13 dan Taklhisul-Habir 3/109 No. 1415 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar).
4. Demikian juga maknanya telah diterangkan oleh Hujjatul Islam al-Imam Ghazali di kitabnya yang mashur Al-Ihya' 4/193. (baca juga syarah Ihya' 9/272 oleh Imam Az-Zubaidy)
5. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : "Hidupkanlah aku dalam keadaan Khusyu' dan Tawadhu'". (Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah 18/382 bahagian kitab hadits). Beliau juga mengatakan (hal.326) : ".... bukanlah yang dikehendaki dengan miskin (di dalam hadits ini) tidak mempunyai harta ..."
6. Imam Qutaibi juga mengatakan Khusyu' dan Tawadhu' (Ta'liq Sunan Ibnu Majah No. 4126 oleh Ustadz Muhammad Fuad Abdul Baqi).
Kemudian periksalah kitab-kitab di bawah ini :
1. Tuhfatul Ahwadzi Syarah Tirmidzi 7/19-20 No. 2457 oleh Imam Al-Mubaarakfuri.
2. Faidhul Qadir Syarah Jami'us Shaghir 2/102 oleh Imam Manawi.
3. Al-Majmu' Syarah Muhadzdzab 6/141-142 oleh Imam Nawawi.
4. Shahih Jami'us Shaghir No. 1271 oleh Al-Albani.
5. Maqaashidul Hasanah No. 166 oleh Imam As-Sakhawi.
Setelah kita mengetahui keterangan ulama-ulama kita tentang maksud miskin dalam do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas, baik secara lughah/bahasa mahupun maknanya, maka hadits tersebut ertinya menjadi :
"Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan khusyu' dan tawadhu', dan matikanlah aku dalam keadaan khusyu' dan tawadhu', dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang yang khusyu' dan tawadhu".
Rasanya kurang lengkap kalau di dalam risalah ini (sebagai penguat keterangan di atas) saya tidak menerangkan dua masalah yang perlu diketahui oleh saudara-saudara kaum muslimin.
Pertama.
Bahawa Islam adalah agama yang memerangi atau membanterasr kefakiran dan kemiskinan di kalangan masyarakat. Hal ini dengan jelas dapat kita ketahui :
1. Di dalam Islam tedapat hukum zakat (satu peraturan ekonomi yang tidak terdapat pada agama-agama yang lain kecuali Islam). Sedangkan yang berhak menerima bahagian zakat di antaranya orang-orang yang fakir dan miskin (At-Taubah : 60). Andai kata zakat ini dijalankan sesuai dengan apa yang Allah Subhanahu wa ta'ala perintahkan dan menurut sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, nescaya tidak sedikit mereka yang sebelumnya hidup dalam kemiskinan -setelah menerima bahagian zakatnya- akan berubah kehidupannya bahkan tidak mustahil kalau di kemudian hari merekalah yang akan mengeluarkan zakat.
Allah Subhanahu wa ta'ala telah berfirman : "Agar supaya harta itu tidak beredar di antara orang-orang yang kaya saja daripada kamu". (Al-Hasyr : 7)
2. Islam memerintahkan memerhatikan keluarga (ahli waris) yang akan ditinggalkan, supaya mereka jangan sampai hidup melarat yang menadahkan tangan kepada manusia. Kita perhatikan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Sesungguhnya engkau tinggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya (cukup) lebih baik daripada engkau tinggalkan mereka hidup melarat/miskin yang menadahkan tangan-tangan mereka kepada manusia (meminta-minta)". (Hadits Riwayat Bukhari 3/186 dan Muslim 5/71 dan lain-lain)
3. Bahkan Islam mencela kalau ada seorang mukmin yang hidup dalam keadaan cukup sedangkan tetangganya kelaparan dan dia tidak membantunya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Bukanlah orang yang mukmin itu yang (hidup) kenyang, sedangkan tetangganya (hidup) lapar di sebelahnya". (Hadits Shahih Riwayat Bukhari di kitabnya Adabul Mufrad, dan lain-lain). Maksudnya : Tidaklah sempurna keimanan seorang muslim itu apabila ia makan dengan kenyang sedangkan tetangganya di sebelahnya kelaparan (kalau hal ini dia ketahui dan dia tidak membantunya dengan memberi makan kepada tetangganya).
4. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala daripada hidup dalam kefakiran dan kelaparan.
"Ertinya : Dari Aisyah ra (dia berkata) : Bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa berdo'a dengan do'a-doa ini :
اللهم! فإني أعوذ بك من فتنة النار، وعذاب النار، وفتنة القبر، وعذاب القبر، ومن شر فتنة الغنى، ومن شر فتنة الفقر
“Ya Allah, sesungguh-nya aku memohon perlindungan kepada-Mu daripada fitnah neraka dan azab neraka, dan daripada fitnah kubur dan azab kubur, dan daripada kejahatan fitnah kekayaan, dan daripada kejahatan fitnah kefakiran ....” (Shahih Riwayat Bukhari 7/159, 161. Muslim 8/75 dan ini lafadznya, Abu Dawud No. 1543, Ibnu Majah No. 3838, Ahmad 6/57, 207. Tirmidzi, Nasa'i, Hakim 1/541 dan Baihaqi 7/12).
Kedua : Hadits Abi Hurairah ra :
"Ertinya : Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a :
اللهمَّ إنِّي أعوذ بك من الفقر والقلة والذلة، وأعوذ بك من أن أظلِم أو أُظلم
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu daripada kefakiran, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu daripada kekurangan dan kehinaan, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu daripada menzalimi atau dizalimi”. (Shahih Riwayat Abu Dawud No. 1544, Ahmad 3/305,325. Nasa'i, Ibnu Hibban No. 2443. Baihaqi 7/12).
اللهم إنِّي أعوذ بك من الجوع فإِنه بئس الضجيع، وأعوذ بك من الخيانة فإِنها بئست البطانة
"Ertinya : “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kelaparan, karena sesungguhnya kelaparan itu seburuk-buruk teman berbaring, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari khianat, karena sesungguhnya khianat itu seburuk-buruk teman”. (Shahih Riwayat Abu Dawud No. 1547. Nasa'i dan Ibnu Majah No. 354).
Ketiga : Hadits Abi Bakrah Nufai' bin Haarits : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan do'a ini di akhir shalat:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ
"Ertinya : “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran dan azab kubur”. (Hadits Shahih atas syarat Muslim dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin Haنbal 5/36,39 & 44 dan Nasa'i).
Keempat : Hadits Anas bin Malik : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan dalam do'anya :
وأعوذ بك من الفقر والكفر
"Ertinya : “....Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kefakiran/miskin dan kekafiran ......”.
(Hadits Shahih atas syarat Bukhari, dikeluarkan oleh Imam Hakim 1/530. dan Imam Ibnu Hibban No. 2446).
Kedua.
Islam tidak menjadi musuh kekayaan asalkan si kaya seorang yang bertaqwa. Bahkan dengan kekayaan itu seorang dapat memperolehi ganjaran yang besar dan darjat yang tinggi seperti berjihad dengan harta sebagaimana yang Allah perintahkan, menunaikan zakat harta, infaq dan shadaqah, ibadah haji, mendirikan masjid-masjid, pesantren dan sekolah-sekolah Islam, membantu anak yatim dan perempuan-perempuan janda dan lain-lain yang memerlukankan harta dan kekayaan.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mendo'akan Anas bin Malik :
"Ertinya : Ya Allah ! Banyakkanlah hartanya dan anak-anaknya serta berikanlah keberkatan apa yang Engkau telah berikan kepadanya". (Hadits Riwayat Bukhari 7/152, 154,161-162. dan lain-lain).
Hadits ini mengandung beberapa faedah :
1. Bahawa harta itu adalah salah satu nikmat Allah Subhanahu wa ta'ala.
2. Bahawa banyak harta itu tidak tercela atau mengurangi ibadahnya, asalkan dia memang seorang yang bertaqwa. Bahkan hadits ini kita dapat mengetahui bahawa banyak harta itu merupakan suatu kebaikan dan nikmat dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Kerana tidak mungkin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendo'akan kecelakaan kepada salah seorang shahabat dan pembantunya seperti Anas bin Malik kalau tidak menjadi kebaikan baginya !.
3. Boleh mendo'akan seseorang supaya banyak hartanya dengan penuh keberkatan.
4. Dari hadits ini kita mengetahui bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai mempunyai anak banyak.
5. Juga hadits ini menerangkan tentang keutamaan Anas bin Malik yang telah terbukti dalam sejarah -berkat do'a Nabi- tidak seorangpun dari shahabat Anshar yang paling banyak harta dan anak selain dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada shahabatnya Hakim bin Hizaam : "Wahai Hakim! Sesungguhnya harta ini indah (dan) manis, maka barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang baik, nescaya mendapat keberkatan, dan barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang tamak, nescaya tidak mendapat keberkatan, dan ia seperti orang yang makan tetapi tidak pernah kenyang, dan tangan yang di atas (yang memberi) lebih baik dari tangan yang di bawah (yang meminta)".
(Hadits Riwayat Bukhari 7/176 dan Muslim 3/94)
-----------------
http://www.islamqa.com/enhttp://lobaitampin.blogspot.com/