Array
Welcome To Portal Komuniti :: Ukhwah.com

  Create An Account Home  ·  Topik  ·  Statistik  ·  Your Account  ·  Hantar Artikel  ·  Top 10 29-03-2024  

  Login
Nickname

Password

>> Mendaftar <<

  Mutiara Kata
Burung yang akan mati hanya berjalan, tidak lagi terbang
-- Peribahasa Red Indian

  Menu Utama

  Keahlian Ukhwah.com
Terkini: navratan
Hari Ini: 0
Semalam: 0
Jumlah Ahli: 43152

  Sedang Online
Sedang Online:
Tetamu: 215
Ahli: 0
Jumlah: 215




  Yang Masuk Ke Sini
muslimin23: 1 hari, 21 jam, 44 minit yang lalu
Rashdin: 27 hari yang lalu

Kembalinya iman Seorang Algojo Penjara
 Posted on Sabtu, 13 September 2003 @ 19:15:25oleh Hanan
Kenangan dinulhuda1422h menulis assalamualaikumm...mungkin sesetengah sahabat dah baca...so baca banyak kali pun tak perkan.. ringkasnya ialah perjalanan seorang hamba Allah dari ISLAM-KRISTIAN-ISLAM......citernya...

Suatu petang, pada tahun 1525.Penjara tempat tahanan orang-orang di situ terasa hening mencengkam. Jeneral Adolf Roberto , pemimpin penjara yang terkenal bengis tengah memeriksa setiap kamar tahanan. Setiap banduan penjara membongkokkan badannya rendah-rendah ketika ‘algojo penjara’ itu melintasi hadapan mereka. Kerana kalau tidak, sepatu ’ boot keras ’ milik Tuan Roberto yang fanatik Kristian itu akan mendarat ke wajah mereka. Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan seseorang mengumandangkan suara –suara yang amat dibencinya.

“Hai…hentikan suara jelekmu! Hentikan…!”Teriak Roberto sekeras-kerasnya sambil membelalakkan matanya. Namum apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tadi tetap juga bersenandung dengan khusyu’nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang sahaja.


Dengan marah dia menyemburkan ludahnya ke wajah tua sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ , dia lalu menyucuh wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala.

Sungguh ajaib….tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat galak untuk meneriakkan kata Rabbi, wa ana ‘abduka…Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata,” bersabarlah wahai ustaz…InsyaAlah tempatmu di Syurga.”




Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustaz oleh sesama tahanan,’algojo penjara’ itu bertambah memuncak kemarahannya. Ia memerintah pegawai penjara untuk membuka sel dan ditariknya tubuh orang tua itu sekeras-kerasnya sehingga terjerembab ke lantai,” Hai orang tua busuk!

Bukankah engkau tahu. Aku tidak tahu bahasa hinamu itu. Aku tidak suka apa-apa yang berkaitan dengan dengan agamamu!


Ketahuilah orang tua dungu, bumi Sepanyol ini telah berada dalam kekuasaan bapa kami, Tuhan Jesus. Anda telah membuat aku benci dan geram dengan ‘suara-suara’ yang seharusnya tidak didengari lagi di sini. Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali kalau
engkau mahu minta maaf dan masuk agama kami.

Mendengar “khutbah” itu orang tua itu mendongakkan kepala , menatap Roberto dengan tatapan yang tajam dan dingin. Ia lalu berucap, “Sungguh…aku sangat merindukan kematian, agar aku dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah. Bila kini aku berada di puncak kebahagiaan kerana akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu , hai manusia busuk? Jika aku turuti kemahuanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh.”

Sejurus sahaja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah berlumuran darah. Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh , meluncur keluar sebuah ‘buku kecil’.

Adolf Roberto berusaha memungutnya. Namun tangan sang Ustaz terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat. “Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!” bentak Roberto.”Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk mnyentuh barang suci ini !” ucap sang ustaz dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain. Akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu lars nya seberat 2 kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustaz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah berasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan ‘algojo penjara’ itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur. Setelah tangan tua itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya baran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung. “Ah..seperti aku pernah mengenal buku ini.” Suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur 30 tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan “aneh” dalam buku itu. Rasanya dia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Sepanyol.
Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustaz yang sedang melepaskan nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis algojo kini diliputi tanda tanya yang mendalam. Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak.

Perlahan, sketsa masa lalu tergambar kembali dalam ingatan Roberto. Pemuda itu teringat ketika suatu petang semasa kanak-kanaknya terjadi terjadi kekecohan besar di tempat kelahirannya ini. Petang itu dia melihat peristiwa yang mengerikan di hadapan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu tengah berlangsungnya pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa yang tidak berdosa gugur di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan , beberapa puluh wanita berhijap (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka bergantungan tertiup angin petang yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara.

Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib hanya kerana tidak mahu memasuki agama yang dibawa oleh para rahib. Seorang kanak-kanak laki-laki comel dan tampan, berumur sekitar tujuh tahun, malam itu masih berdiri tegak dilapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua. Kanak-kanak comel itu melimpah air matanya metap sang ibu yang terkulai lemah ditiang gantungan. Perlahan-perlahan kanak-kanak itu mendekati tubuh sang ummi yang tak sudah bernyawa , sambil menggayuti abinya. Sang anak bertanya dengan suara parau,”Ummi,ummi, mari kita pulang. Hari tengah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif,ba,ta,tsa,….?Ummi cepat pulang ke rumah ummi………”

Budak kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tidak juga menjawab ucapanya. Ia semakin bingung dan takut , tak tahu apa yang patut dibuat. Untuk pulang ke rumah dia tak tahu arah. Akhirnya budak itu berteriak memanggil bapaknya, “Abi…Abi….Abi….” Namun dia segera terhenti berteriak memanggil sang bapa ketika teringat petang kelmarin bapanya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

“Hai ..siapa kamu?!” jerit segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati budak tersebut. “Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi…”jawabnya memohon belas kasih”.” Hah..siapa namamu budak, cuba ulangi!” bentak salah seorang dari mereka.” Saya Ahmad Izzah…”dia kembali menjawab dengan agak kasar. Tiba-tiba”pula! Sebuah tamparan mendarat di pipi si kecil. “Hai budak..! Wajahmu cantik tapi namamu hodoh. Aku benci namamu. Sekarang kutukar namamu dengan nama yang lebih baik. Namamu sekarang Adolf Roberto. Awas! Jangan kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh.” Ancam laki-laki itu. Budak itu mengigil ketakutan, sembari tetap menitis air mata. Dia hanya menurut ketika segerombolan itu membawanya keluar dari lapangan inkuisisi. Akhirnya budak tampan itu hidup bersama mereka. Roberto sedar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustaz. Ia mencari-cari sesuatu di pusat laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah ‘tanda hitam’ ia berteriak histeria, “Abi…Abi…Abi….”

Ia pun menangis keras , tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Fikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahawa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapanya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia juga ingat betul ayahnya mempunyai ‘tanda hitam’ pada bahagian pusat. Pemuda bengis itu terus meraung dan memeluk erat tubuh tua nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas tingkah-lakunya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun lupa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, “ Abi…aku masih ingat alif, ba,ta,tha..”Hanya sebatas kata itu yang masih terakam dalam benaknya. Sang ustaz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyeksanya habis-habisan kini sedang memeluknya.”Tunjuki aku jalan yang telah engkau tempuhi Abi, tunjukkan aku pada jalan itu……”

Terdengar suara Roberto meminta belas. Sang ustaz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika setelah puluhan tahun, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal . Ini semata-mata bukti kebesaran Allah. Sang Abi dengan susah payah masih boleh berucap.”Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahawa engkau kenal dengan Syeikh Addullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu.”

Setelah selesai berpesan Sang Ustaz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah “Asyahadu an lah ilaa ha illAlah,wa asyahadu anna Muhammad Rasullulah..” Beliau pun pergi menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang dibumi yang fana ini.

Kini Ahmad Izzah telah menjadi seorang alim Mesir . Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya. Islam sebagai ganti kekafirannya pada masa lalu. Banyak pemuda dari segenap penjuru berguru dengannya…

Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy.

 

  Kenangan


Komen


"Kembalinya iman Seorang Algojo Penjara" | Login/Mendaftar | 1 Komen
Threshold
Komen di sini adalah hakmilik yang menghantar. Pihak Pengurusan Portal tidak ada kena mengena.


Kembalinya iman Seorang Algojo Penjara
oleh dinulhuda1422h ([email protected]) pada Jumaat, 26 September 2003 @ 23:22:13
(Info AHLI) http:// Dalam Proses Upgrade dah lama terbiar.Nantilaa yer..


Alhamdullilah kembali juga iman seorang hamba Allah ini. kalau ikut pada masa kecil dia dah diajar pasal kebenaran Islam. Bila kaum kafir ni rampas Islam daripada nya dia berubah menjadi seorang kristian yang zalim sehinggakan ayahnya sendiri pun tak kenal. tapi itulah kekuasan dan hidayah Allah. Jika Allah sayangkan hambanya. Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan juga akhirat.
[ Tetamu tidak dibenarkan memberi komen. Sila mendaftar ]





Datacenter Solution oleh Fivio.com Backbone oleh JARING Bukan Status MSCMyPHPNuke Portal System

Disclaimer: Posting dan komen di dalam Portal Komuniti Ukhwah.com ini adalah menjadi hak milik ahli
yang menghantar. Ia tidak menggambarkan keseluruhan Portal Komuniti Ukhwah.com.
Pihak pengurusan tidak bertanggung jawab atas segala perkara berbangkit
dari sebarang posting, interaksi dan komunikasi dari Portal Komuniti Ukhwah.com.


Disclaimer: Portal Komuniti Ukhwah.com tidak menyebelahi atau mewakili mana-mana parti politik
atau sebarang pertubuhan lain. Posting berkaitan politik dan sebarang pertubuhan di dalam laman web ini adalah menjadi
hak milik individu yang menghantar posting. Ia sama-sekali tidak ada
kena-mengena, pembabitan dan gambaran sebenar pihak pengurusan Portal Komuniti Ukhwah.com

Portal Ukhwah
© Hakcipta 2003 oleh Ukhwah.com
Tarikh Mula: 14 Mei 2003, 12 Rabi'ul Awal 1424H (Maulidur Rasul)
Made in: Pencala Height, Bandar Sunway dan Damansara Height
Dibina oleh Team Walasri




Loading: 0.292745 saat. Lajunya....